Transparansi Baru Ibukota: Pramono Klaim Jakarta sebagai Pemprov Pertama yang Laporkan APBD Langsung ke Publik
Jangkauan Jakarta Barat– Jakarta telah menorehkan sejarah baru dalam tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Pada Rabu, 27 Agustus 2025, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta secara resmi dan terbuka melaporkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk periode Juli 2025 kepada publik melalui sebuah konferensi pers yang digelar di Balai Kota.
Yang membuat momen ini istimewa adalah klaim dari Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. “Konferensi pers ini adalah yang pertama di tingkat pemerintah provinsi yang secara terbuka menyampaikan laporan APBD kepada publik,” ujarnya dengan penuh keyakinan. Pernyataan ini bukan sekadar pengumuman rutin, melainkan sebuah deklarasi tentang komitmen baru terhadap prinsip good governance.
Sebuah Langkah Revolusioner dalam Akuntabilitas Publik
Selama ini, laporan keuangan daerah, termasuk APBD, seringkali menjadi dokumen yang hanya beredar di internal pemerintah dan dibahas secara terbatas dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Masyarakat umum biasanya hanya mengetahui angka-angka besar melalui pemberitaan media yang sporadis, tanpa konteks yang mendalam dan akses langsung kepada para pengambil kebijakan untuk bertanya.

Baca Juga: Jakarta Jadi Pemprov Pertama yang Buka Laporan APBD ke Publik
Dengan menggelar konferensi pers khusus yang dihadiri tidak hanya oleh media tetapi juga oleh berbagai pemangku kepentingan kunci, Pemprov DKI under Pramono-Anung melakukan terobosan signifikan. Mereka membawa APBD—yang pada hakikatnya adalah uang rakyat—kembali kepada pemiliknya, yaitu publik Jakarta.
Siapa Saja yang Hadir? Sebuah Simfoni Akuntabilitas
Komposisi para undangan yang hadir dalam konferensi pers tersebut juga patut mendapat perhatian. Acara ini tidak hanya dihadiri oleh jajaran internal Pemprov, seperti Wakil Gubernur Rano Karno dan Sekretaris Daerah Marullah Matali, beserta seluruh kepala dinas, tetapi juga melibatkan:
-
Legislatif: Anggota DPRD DKI Jakarta, menunjukkan adanya sinergi dan kontrol yang diharapkan bisa berjalan seimbang antara eksekutif dan legislatif.
-
Otoritas Keuangan Nasional: Kehadiran perwakilan dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan legitimasi nasional dan memastikan bahwa laporan ini sejalan dengan kebijakan makroekonomi negara.
-
Penyedia Data Independen: Badan Pusat Statistik (BPS) hadir sebagai penjamin validitas data-data dasar yang digunakan dalam perhitungan APBD.
-
Akademisi dan LSM: Keikutsertaan kedua kelompok ini adalah elemen kritis. Akademisi akan menganalisis kebijakan dari sudut pandang ilmiah, sementara LSM akan menyoroti aspek kesenjangan, keadilan, dan pemenuhan hak warga. Mereka adalah representasi suara masyarakat sipil yang independen.
Dengan demikian, konferensi ini bukan hanya sekadar pengumuman, tetapi sebuah forum multipihak yang dirancang untuk menguji, mengkritisi, dan pada akhirnya memperkuat akuntabilitas laporan keuangan tersebut.
Mengapa Langkah Ini Penting?
-
Memerangi Korupsi: Transparansi adalah musuh utama korupsi. Dengan membuka data realisasi anggaran, mulai dari belanja untuk proyek infrastruktur hingga bantuan sosial, ruang untuk manipulasi dan mark-up menjadi semakin sempit. Masyarakat dan pengawas independen dapat langsung membandingkan antara anggaran yang disusun dengan realisasi di lapangan.
-
Membangun Kepercayaan Publik: Kepercayaan warga terhadap pemerintah adalah aset yang tak ternilai. Dengan jujur dan terbuka melaporkan kondisi keuangan—baik keberhasilan maupun kemungkinan kekurangan—pemerintah membangun citra sebagai institusi yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab.
-
Mendorong Partisipasi Publik: Masyarakat yang terinformasi adalah masyarakat yang dapat berpartisipasi secara cerdas. Dengan memahami prioritas dan realisasi anggaran, warga dapat memberikan masukan yang lebih substantif untuk perencanaan APBD tahun-tahun berikutnya, misalnya melalui Musrenbang.
-
Meningkatkan Kualitas Pembangunan: Ketika setiap rupiah diawasi oleh publik, maka pemerintah didorong untuk mengalokasikan dan mengeksekusi anggaran dengan lebih efektif dan efisien. Target dan outcome sebuah program menjadi lebih penting daripada sekadar menghabiskan anggaran.
Tantangan ke Depan: Dari Komitmen ke Kultur
Klaim “yang pertama” dari Gubernur Pramono tentu saja patut diapresiasi. Namun, langkah ini harus menjadi awal, bukan akhir. Beberapa tantangan yang perlu diantisipasi:
-
Konsistensi: Apakah laporan semacam ini akan dilakukan secara rutin setiap bulan atau triwulan? Atau hanya akan menjadi kegiatan satu kali yang simbolis?
-
Kedalaman Data: Seberapa detail data yang dibagikan? Apakah akan sampai pada level proyek spesifik dan lokasi tertentu, atau hanya angka-agregat yang sulit ditelusuri?
-
Kemudahan Akses: Selain melalui konferensi pers, apakah data ini akan diunggah dalam format yang mudah diunduh dan dianalisis (open data) di portal resmi Pemprov DKI?
-
Umpan Balik: Apakah akan ada mekanisme tetap untuk menampung dan menindaklanjuti pertanyaan, masukan, bahkan pelaporan dari masyarakat terkait temuan mereka atas data APBD tersebut?
Sebuah Preseden untuk Seluruh Indonesia
Jika berjalan konsisten dan semakin baik, langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini berpotensi menjadi preseden nasional. Provinsi-provinsi lain di Indonesia bisa mencontoh model ini, menciptakan gelombang baru transparansi keuangan daerah di seluruh tanah air.
Konferensi pers pada 27 Agustus 2025 itu mungkin hanya berlangsung selama beberapa jam, tetapi pesannya sangat kuat: Uang rakyat harus dikelola dengan jujur, dan pertanggungjawabannya bukan hanya kepada dewan legislatif, tetapi terutama kepada rakyat itu sendiri.
Gubernur Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno, bersama jajarannya, telah meletakkan batu pertama untuk membangun tradisi baru dalam kepemimpinan mereka. Sekarang, semua mata tertuju untuk melihat apakah komitmen terhadap transparansi ini akan benar-benar menjadi roh yang menjiwai setiap kebijakan dan pengelolaan anggaran di Ibukota ke depannya.